Jumat, 01 Mei 2015

Sastra Nusantara | Soal & Jawaban



Oleh : Faqih Sulthan


SOAL:

1.      Jelaskan pengertian kata nusantara? Bagaimana asal usulnya? Kapan istilah itu digunakan? Apa bedanya dengan istilah Indonesia?
2.      Jelaskan pengertian sastra Nusantara, uraikan pula ruang lingkup kajiannya
3.      Berbicara tentang sastra nusantara tentu tidak terlepas dari sastra daerah. Jelaskan pengertian sastra daerah di nusantara. Apa saja bentuk dan ciri-cirinya dan ? Apa manfaatnya mempelajari sastra daerah bagaimana kedudukannya dalam kedudukannya kerangka kesusastraan Indonesia? Perlukah sastra daerah dilestarikan? Bagaimana langkah-langkah strategisnya untuk melestarikannya menurut Anda.
4.      Bagaimana kedudukan sastra Melayu dalam khazanah sastra nusantara. Mengapa kedudukannya sangat penting? Bagaimana sejarah bahasa Melayu dan Apa alasan bahasa Melayu diangkat sebagai bahasa Indonesia? Jelaskan
5.      Jelaskan khazanah sastra Melayu, jenis dan bentuknya,
6.      Apakah yang dimaksud Pantun dalam sastra Melayu? Sebutkan ciri-ciri dan pembagiannya. Jelaskan pendapat para ahli tentang pantun! Berikan contoh pantun buatan Anda sendiri, minimal empat bait, jenis bebas (akan lebih bagus kalau merupakan pantun yang berbalasan)
7.      Jelaskan yang dimaksud syair, ciri-ciri dan bagaimana asal usulnya? Jelaskan pembagian syair menurut isinya. Berikan contohnya, dan buatlah syair sendiri dengan tema bebas.



JAWABAN :

1.      Istilah Nusantara pertama kali dipakai oleh kerajaan Majapahit untuk menyebut daerah-daerah kekuasaannya. Kata Nusantara sendiri merujuk pada periode khusus ketika Indonesia dikuasai oleh Majapahit, khususnya ketika kerajaan ini berada di bawah kendali patih besarnya, Gajah Mada. Majapahit adalah negara kesatuan Indonesia di masa silam (Vlekke, 1958 : 15). Pada tahun 1889-1959 istilah Nusantara yang sempat tenggelam kembali mucul. Orang yang memperkenalkan kata nusantara adalah Ki Hadjar Dewantara (Vlekke, 1958 : 14). Berjalannya waktu istilah Nusantara kemudian brubah menjadi “Indonesia”. Nama Indonesia dipopulerkan pada tahun 1924 melalui buklet oleh organisasi  Indische Vereeniging. Pada 1927, Belgia mensosialisasikan nama Indonesia di forum internasional dengan judul pidato “Indonesia ende Vrijhid Strijd” (Indonesia dan Perjuangan Kemerdekaan). Di dalam pidato tersebut ia menjelaskan nama Indonesia sebagai nama sebuah kepulauan Hindia yang terdiri atas Jawa, Sumatra, Maluku, Sulawesi, Kalimantan dan pulau-pulau lainya dengan jumlah penduduk 50 juta. (Supriatna dkk, 2006: 116). Selain istilah Nusantara masih ada istilah-istilah lain. Nama Nusantara diberikan oleh pujangga Majapahit, sedang bangsa India memberikan nama pada Indonesia dengan Dwipantara. Kemudian pada masa penjajahan Belanda, Indonesia diberi nama Hindia Belanda atau Nederlands Indie. Nama Indonesia berasal dari bahasa latin, Indos dan Nesos yang artinya India dan pulau-pulau. Sekitar tahun 1920 organisasi pelajar mahasiswa Indonesia di Nederland sudah menggunakan sebutan Indonesia. Melalu Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 dan juga semenjak proklamasi 17 Agustus 1945, istilah “Indonesia” menjadi nama resmi di seluruh tanah air. (Setijo, hal : 26-27).

2.      Bahasa tanpa sastra bagaikan jasat tanpa ruh. Bahasa tidak punya semangat jika tidak ada muatan sastra. Sastralah yang membuat bahasa menjadi hidup. Dalam sastralah terkesan harapan dan cita-cita masyarakatnya. (Hamidy, 1994 : 7). Sastra Nusantara tidak berdiri sendiri, ia terbentuk dari sinkretis antar daerah-daerah di wilayah nusantara. Hal ini sejalan dengan pendapat Djamaris (2001 : 151) bahwa dalam Sastra Nusantara terdapat sastra Jawa, sastra Sunda, sastra Bali, sastra lombok, dan sastra Madura seperti Babad Tanah Jawi, Babad Blambangan, Cerita Dipati Ukur, Sejarah Suka Pura, Babad Buleleng, Babad Lombok, dan Babad Madura.

3.      Sastra daerah merupakan bagian dari sastra nusantara yang mewakili kemajemukan daerah yang ada di Indonesia.  Karya sastra daerah berkembang di daerah dan diungkapkan dengan menggunakan bahasa daerah. Sastra daerah juga mempunyai kedudukan di tengah masyarakat. Sastra merupakan salah satu jenis kesenian selain seni musik, seni rupa, seni patung, seni menggambar, dan seni pertunjukan (Koentjaraningrat, 2005 : 20). Hal ini diperkuat dengan pendapat Tuloli (2001:209) menyatakan bahwa Sastra Daerah adalah ciptaan masyarakat pada masa lampau atau mendahului penciptaan sastra Indonesia moderen. Sastra daerah dapat dimasukkan sebagai satu aspek budaya Indonesia yang memperkaya budaya nasional dan menjadi alternatif kedua yang perlu dipertimbangkan dan dikembangkan selain sastra Indonesia. Bentuk dan ciri-cirinya sastra daerah adalah hasil dari karya masyarakat tradisional dengan pemikiran mereka yang polos dan rata-rat dihasilkan sebelum masyarakat tersebut mengenal aksara untuk menuliskan kembali apa yang mereka ceritakan. Penulisnya anonim atau tidak diketahui lagi siapa penulis aslinya. Hal ini karena karya-karya lisan ini diturunkan melalui mulut ke mulut. Kisahnya kental dengan nuansa menggurui. Banyak manfaat yang kita dapat dari mempelajari sastra daerah salah satunya kita bisa mengetahui kebudayaan dan psikologi daerah tertentu. Karna itu melestarikan sastra daerah menjadi sangat penting. Langkah-langkah strategisnya untuk melestarikan sastra daerah bisa dilakukan dengan menginfentarisasi karya-karya sastra daerah dan memperkenalkanya kepada generasi muda agar sastra daerah tidak hilang dimakan zaman.

4.      Sulalatu al-Salatin, yang lebih terkenal dengna Sejarah Melayu, merupakan karya tulis bertarikh 1612 M (ada juga yang mengatakan 1535 M), menjadi ikon kesusastraan Melayu setelah ditransliterasi dan diterbitkan dengan alat percetakan modern pada tahun 1800-an oleh Seyikh Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi. (Harun Mat Piah: 2002). Tradisi sastra Melayu baru ada sejak abad ke-16, tertera pada sebuah manuskrip dengan aksara Jawi dan menggunakan bahasa Melayu. Saat orang Melayu mulai mengenal agama Hindu dan Buda yang berasal dari India mereka turut mengadopsi bahasa dan aksara yang digunakan dalam kedua agama tersebut. Dan mulai menciptakan karya-karya tulis. Karya-karya sastra pada masa pengaruh India tentu mengandung nilai-nilai keagamaan dan norma-norma mendasar Hindu-Buda yang lekat, sehingga ketika pengaruh Islam muncul, nilai-nilai tersebut musti disisihkan dan digantikan oleh nilai yang bercorak islam. Sastra melayu asli yaitu hasil sastra yang belum atau sedikit sekali mendapat pengaruh asing, khususnya Hindu dan Islam. Golongan ini juga disebut sebagai sastra tradisional (Jamis, 1990 : 15). Kedudukan sastra melayu sangat penting dilihat dari sumbangan kosa kata yang diberikan kepada bahasa Indonesia. Alasan bahasa Melayu diangkat sebagai bahasa Indonesia salah satunya karena bahasa ini tidak mengenal kasta atau tingkatan bahasa seperti bahasa jawa yang sulit dalam penerapannya

5.      Kesusastraan Melayu pada waktu itu masih bersifat cerita lisan dari mulut kemulut, belum berbentuk tulisan atau huruf (Juhara dkk, hal:227). Khazanah sastra Melayu bila digolongkan berdasarkan isi ada sastra sejarah semacam Hikayat Aceh, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, Hikayat Banjar dll. Kedua, sastra undang-undang  semacam Undang-undang Malaka, Undang-Undang Minangkabau, Undang-Undang Minangkabau. Ketiga, Peraturan Raja seperti Bustanussalam, Tajussaalatin. Sastra melayu mengalami perkembangan dari sastra tradisional (belum terpengaruh Hindu-Islam), Sastra lama (pengaruh Hindu), Sastra Indonesia (pengaruh Islam). Sedangkan jenis sastra melayu dibagi kedalam bentuk Pantun, Karmina, Syair, Prosa dan Gurindam dan bentuknya ada  Saloka, Talibun, Mantra, Pribahasa, Mite, Sage dan Hikayat. Salah satu karya Melayu tradisional yang menonjol dan merupakan sumber yang tidak habis-habisnya dibicarakan adalah Hikayat Hang Tuah (Rahman dan Adiwimarta, 1999 : 46).

6.      Pada awalnya pantun merupakan senandung atau puisi rakyat yang dinyayikan (Fang, 1993:195). Pantun dalam sastra Melayu merupakan salah satu seni budaya melayu berjenis puisi lama yang sampai sekarang berkembang menjadi kebiasaan masyarakat melayu. Hal ini didukung oleh pendapat Juhara dkk, (hal:227) bahwa pantun merupakan sastra lama asli Indonesia. Abdul Rani (2006:23) menyebutkan ciri-ciri pantun sebagai berikut :
·         Terdiri atas empat baris.
·         Tiap baris terdiri atas 9 sampai 10 suku kata
·         Dua baris pertama disebut sampiran dan dua baris berikutnya berisi maksud si pemantun. Bagian ini disebut isi pantun.
Pantun mementingkan rima akhir dan rumus rima itu disebut dengan abjad /ab-ab/. Maksudnya, bunyi akhir baris pertama sama dengan bunyi akhir baris ketiga dan baris kedua sama dengan baris keempat. Pantun melayu memiliki ciri khas berupa seni sastra peradaban bangsa melayu serta kebijaksanaan dan budi bahasa melayu. Pantun dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk pantun:
1.      Pantun Kanak-Kanak
2.      Pantun Bermain
3.      Pantun Remaja
4.      Pantun Sugesti
5.      Pantun Menyindir
6.      Pantun Agama
7.      Pantun Adat
8.      Pantun Budi
9.      Pantun Jenaka
10.  Pantun Kepahlawanan
11.  Pantun Kias
12.  Pantun Nasehat
13.  Pantun Percintaan
14.  Pantun Peribahasa
15.  Pantun Perpisahan
16.  Pantun Teka-teki

Conyoh:  #Pantun Nasehat

Rumah masih jauh di sana
Sedang kita di bawah pohon kelapa
Manusia tercipta sempurna
Sedang dia banyak salah dan lupa

7.      Syair merupakan puisi lama yang mementingkan irama sajak. Syair Melayu biasanya terdiri dari empat baris, berirama aaaa, setiap barinya mengandung makna. Menurut Harun Mat Paih (1989), syair dalam bahasa Melayu merupakan beberapa variasi yang bergantung kepada bentuk rimanya yakni:
1.      Dua baris serangkap dengan rima a,b ( memerlukan beberapa rangkap )
2.      Tiga baris serangkap dengan rima a,a,b
3.      Empat baris serangkap dengan rima a,a,a,a
4.      Empat baris serangkap dengan rima a,b,a,b
5.      Empat baris serangkap dengan rima a,a,b,b
6.      Empat baris serangkap dengan rima a,a,a,b , c,c,c,d , d,d,d,d dan seterusnya
7.      Empat baris seirama ( monorhyme )
8.      Empat baris berkait
Menurut Harun Mat Paih (1982:242), berdasarkan isi tema, syair Melayu mempunyai tujuh jenis tema berbentuk cerita (naratif) dan bukan cerita.
Syair yang berupa cerita ( naratif ) :
1.      Syair romantis
2.      Syair sejarah
3.      Syair keagamaan
4.      Syair kiasan
Syair bukan cerita ( bukan naratif ) :
1.      Syair agama
2.      Syair nasihat
3.      Tema-tema lain yang berasingan 

Contoh :

Dan jangan kau bersedih

Kutau kau lelah

Tepiskan keluh dunia

Sebab kita bersama

 

Kuarngi beban itu

Tetap lihat depanmu

Tak terasingkan dunia

Dua cinta yang lara

 

Masih ada disana

Untuk kita berdua

Dalam hati yang bahagia

Tempat kita menua

 

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rani, Supratman. 2006. Intisari Sastra Indonesia. Bandung: Pustaka Setia.

Djamaris, Edwar. 2001 Pengantar Sastra Rakyat Minangkabau. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Hamidy. U.U. 1994. Bahasa Melayu dan kreativitas sastra di daerah Riau. Malaysia: UNRI Press.

Harun Mat Piah, 1989. Puisi Melayu Tradisional.Suatu Pembicaraan Genre dan Fungsi. Kuala Lumpur: Dewa Bahasa dan Pustaka.
Fang, L.Y. 1993. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik 2. Jakarta: Erlangga.

Jamis, Edwar. 1990. Menggali khazanah sastra Melayu klasik. Balai Pustaka.

Juhara, Erwan. Dkk. Cendekia Berbahasa. Setia Purna.

Koentjaraningrat. 2005. Pengantar Antropolog. Jakarta: Rineka Cipta.

Rahman, Nurhayati dan Sri Sukesi Adiwimarta. 1999. Antologi Sastra Daerah Nusantara: Cerita Rakyat Suara Rakyat. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Setijo, Pandji. Pendidikan Pancasila. Jakarta: Grasindo

Supriatna, Nana. Dkk. 2006. Ilmu Pengetahuan Sosial (Geografi, Sejarah, Sosiologi, Ekonomi).  Grafindo Media Pratama.

Tutoli, Nani. 1990. Usaha ke Arah Pengembangan Penelitian Sastra. Jakarta: Makalah Kongres Bahasa Indonesia V, Pusat Bahasa.

Vlekke, Bernard H. M. 1958. Nusantara Sejarah Indonesia. Jakarta: Kepustakan Populer Gramedia.

     










LAMPIRAN


0 komentar:

Posting Komentar