Oleh : Faqih Sulthan
SOAL:
1. Jelaskan pengertian kata nusantara?
Bagaimana asal usulnya? Kapan istilah itu digunakan? Apa bedanya dengan istilah
Indonesia?
2. Jelaskan
pengertian sastra Nusantara, uraikan pula ruang lingkup kajiannya
3. Berbicara tentang sastra nusantara
tentu tidak terlepas dari sastra daerah. Jelaskan pengertian sastra daerah di
nusantara. Apa saja bentuk dan ciri-cirinya dan ? Apa manfaatnya mempelajari
sastra daerah bagaimana kedudukannya dalam kedudukannya kerangka kesusastraan
Indonesia? Perlukah sastra daerah dilestarikan? Bagaimana langkah-langkah
strategisnya untuk melestarikannya menurut Anda.
4. Bagaimana kedudukan sastra Melayu
dalam khazanah sastra nusantara. Mengapa kedudukannya sangat penting? Bagaimana
sejarah bahasa Melayu dan Apa alasan bahasa Melayu diangkat sebagai bahasa
Indonesia? Jelaskan
5. Jelaskan khazanah sastra Melayu, jenis
dan bentuknya,
6. Apakah
yang dimaksud Pantun dalam
sastra Melayu? Sebutkan
ciri-ciri dan pembagiannya. Jelaskan pendapat para ahli tentang pantun! Berikan contoh pantun buatan Anda sendiri, minimal empat
bait, jenis bebas (akan lebih bagus kalau merupakan pantun yang berbalasan)
7. Jelaskan
yang dimaksud syair, ciri-ciri dan bagaimana asal usulnya? Jelaskan pembagian
syair menurut isinya. Berikan contohnya, dan buatlah syair sendiri dengan tema bebas.
JAWABAN :
1.
Istilah Nusantara pertama kali dipakai oleh kerajaan
Majapahit untuk menyebut daerah-daerah kekuasaannya. Kata Nusantara sendiri
merujuk pada periode khusus ketika Indonesia dikuasai oleh Majapahit, khususnya
ketika kerajaan ini berada di bawah kendali patih besarnya, Gajah Mada.
Majapahit adalah negara kesatuan Indonesia di masa silam (Vlekke, 1958 : 15).
Pada tahun 1889-1959 istilah Nusantara yang sempat tenggelam kembali mucul.
Orang yang memperkenalkan kata nusantara adalah Ki Hadjar Dewantara (Vlekke,
1958 : 14). Berjalannya waktu istilah Nusantara kemudian brubah menjadi “Indonesia”.
Nama Indonesia dipopulerkan pada tahun 1924 melalui buklet oleh organisasi Indische Vereeniging. Pada 1927, Belgia
mensosialisasikan nama Indonesia di forum internasional dengan judul pidato
“Indonesia ende Vrijhid Strijd” (Indonesia dan Perjuangan Kemerdekaan). Di
dalam pidato tersebut ia menjelaskan nama Indonesia sebagai nama sebuah
kepulauan Hindia yang terdiri atas Jawa, Sumatra, Maluku, Sulawesi, Kalimantan
dan pulau-pulau lainya dengan jumlah penduduk 50 juta. (Supriatna dkk, 2006:
116). Selain istilah Nusantara masih ada istilah-istilah lain. Nama Nusantara
diberikan oleh pujangga Majapahit, sedang bangsa India memberikan nama pada
Indonesia dengan Dwipantara. Kemudian pada masa penjajahan Belanda, Indonesia
diberi nama Hindia Belanda atau Nederlands Indie. Nama Indonesia berasal dari
bahasa latin, Indos dan Nesos yang artinya India dan pulau-pulau. Sekitar tahun
1920 organisasi pelajar mahasiswa Indonesia di Nederland sudah menggunakan
sebutan Indonesia. Melalu Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 dan juga
semenjak proklamasi 17 Agustus 1945, istilah “Indonesia” menjadi nama resmi di
seluruh tanah air. (Setijo, hal : 26-27).
2.
Bahasa tanpa sastra bagaikan jasat tanpa ruh. Bahasa
tidak punya semangat jika tidak ada muatan sastra. Sastralah yang membuat
bahasa menjadi hidup. Dalam sastralah terkesan harapan dan cita-cita
masyarakatnya. (Hamidy, 1994 : 7). Sastra Nusantara tidak berdiri sendiri, ia
terbentuk dari sinkretis antar daerah-daerah di wilayah nusantara. Hal ini
sejalan dengan pendapat Djamaris (2001 : 151) bahwa dalam Sastra Nusantara
terdapat sastra Jawa, sastra Sunda, sastra Bali, sastra lombok, dan sastra
Madura seperti Babad Tanah Jawi, Babad Blambangan, Cerita Dipati Ukur, Sejarah
Suka Pura, Babad Buleleng, Babad Lombok, dan Babad Madura.
3.
Sastra
daerah merupakan bagian dari sastra nusantara yang mewakili kemajemukan
daerah yang ada di Indonesia. Karya sastra daerah berkembang di daerah dan
diungkapkan dengan menggunakan bahasa daerah. Sastra daerah juga mempunyai
kedudukan di tengah masyarakat. Sastra merupakan salah satu jenis kesenian
selain seni musik, seni rupa, seni patung, seni menggambar, dan seni
pertunjukan (Koentjaraningrat, 2005 : 20). Hal ini diperkuat dengan pendapat Tuloli
(2001:209) menyatakan bahwa Sastra Daerah adalah ciptaan masyarakat pada masa
lampau atau mendahului penciptaan sastra Indonesia moderen. Sastra daerah dapat
dimasukkan sebagai satu aspek budaya Indonesia yang memperkaya budaya nasional
dan menjadi alternatif kedua yang perlu dipertimbangkan dan dikembangkan selain
sastra Indonesia. Bentuk dan ciri-cirinya
sastra daerah adalah hasil dari karya masyarakat tradisional dengan
pemikiran mereka yang polos dan rata-rat dihasilkan sebelum masyarakat tersebut
mengenal aksara untuk menuliskan kembali apa yang mereka ceritakan. Penulisnya
anonim atau tidak diketahui lagi siapa penulis aslinya. Hal ini karena
karya-karya lisan ini diturunkan melalui mulut ke mulut. Kisahnya kental dengan
nuansa menggurui. Banyak manfaat yang kita dapat dari mempelajari sastra daerah salah satunya
kita bisa mengetahui kebudayaan dan psikologi daerah tertentu. Karna itu
melestarikan sastra daerah menjadi sangat penting. Langkah-langkah strategisnya untuk melestarikan sastra daerah bisa dilakukan dengan menginfentarisasi
karya-karya sastra daerah dan memperkenalkanya kepada generasi muda agar sastra
daerah tidak hilang dimakan zaman.
4.
Sulalatu
al-Salatin, yang
lebih terkenal dengna Sejarah Melayu, merupakan karya tulis bertarikh 1612 M
(ada juga yang mengatakan 1535 M), menjadi ikon kesusastraan Melayu setelah
ditransliterasi dan diterbitkan dengan alat percetakan modern pada tahun
1800-an oleh Seyikh Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi. (Harun Mat Piah: 2002). Tradisi sastra Melayu baru ada sejak
abad ke-16, tertera pada sebuah manuskrip dengan aksara Jawi dan menggunakan
bahasa Melayu. Saat orang Melayu mulai mengenal agama Hindu dan Buda yang
berasal dari India mereka turut mengadopsi bahasa dan aksara yang digunakan
dalam kedua agama tersebut. Dan mulai menciptakan karya-karya tulis.
Karya-karya sastra pada masa pengaruh India tentu mengandung nilai-nilai keagamaan
dan norma-norma mendasar Hindu-Buda yang lekat, sehingga ketika pengaruh Islam
muncul, nilai-nilai tersebut musti disisihkan dan digantikan oleh nilai yang
bercorak islam. Sastra
melayu asli yaitu hasil sastra yang belum atau sedikit sekali mendapat pengaruh
asing, khususnya Hindu dan Islam. Golongan ini juga disebut sebagai sastra
tradisional (Jamis, 1990 : 15). Kedudukan sastra melayu sangat penting dilihat dari sumbangan kosa kata yang diberikan
kepada bahasa Indonesia. Alasan
bahasa Melayu diangkat sebagai bahasa Indonesia salah satunya karena
bahasa ini tidak mengenal kasta atau tingkatan bahasa seperti bahasa jawa yang
sulit dalam penerapannya
5.
Kesusastraan Melayu pada waktu itu masih bersifat
cerita lisan dari mulut kemulut, belum berbentuk tulisan atau huruf (Juhara
dkk, hal:227). Khazanah sastra
Melayu bila digolongkan berdasarkan isi ada sastra sejarah semacam
Hikayat Aceh, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, Hikayat Banjar dll.
Kedua, sastra undang-undang semacam
Undang-undang Malaka, Undang-Undang Minangkabau, Undang-Undang Minangkabau.
Ketiga, Peraturan Raja seperti Bustanussalam, Tajussaalatin. Sastra melayu
mengalami perkembangan dari sastra tradisional (belum terpengaruh Hindu-Islam),
Sastra lama (pengaruh Hindu), Sastra Indonesia (pengaruh Islam). Sedangkan jenis sastra melayu dibagi
kedalam bentuk Pantun, Karmina, Syair, Prosa dan Gurindam dan bentuknya ada Saloka, Talibun, Mantra, Pribahasa, Mite,
Sage dan Hikayat. Salah satu karya Melayu tradisional yang menonjol dan merupakan
sumber yang tidak habis-habisnya dibicarakan adalah Hikayat Hang Tuah (Rahman
dan Adiwimarta, 1999 : 46).
6.
Pada awalnya pantun merupakan senandung atau puisi
rakyat yang dinyayikan (Fang, 1993:195). Pantun dalam sastra Melayu merupakan salah
satu seni budaya melayu berjenis puisi lama yang sampai sekarang berkembang
menjadi kebiasaan masyarakat melayu. Hal ini didukung oleh pendapat Juhara dkk,
(hal:227) bahwa pantun merupakan sastra lama asli Indonesia. Abdul Rani (2006:23) menyebutkan
ciri-ciri pantun sebagai berikut :
·
Terdiri atas empat baris.
·
Tiap
baris terdiri atas 9 sampai 10 suku kata
·
Dua baris pertama disebut sampiran dan dua baris
berikutnya berisi maksud si pemantun. Bagian ini disebut isi pantun.
Pantun mementingkan rima akhir dan rumus rima itu disebut dengan abjad /ab-ab/.
Maksudnya, bunyi akhir baris pertama sama dengan bunyi akhir baris ketiga dan
baris kedua sama dengan baris keempat. Pantun melayu memiliki ciri khas berupa
seni sastra peradaban bangsa melayu serta kebijaksanaan dan budi bahasa melayu.
Pantun dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk pantun:
1.
Pantun Kanak-Kanak
2.
Pantun Bermain
3.
Pantun Remaja
4.
Pantun Sugesti
5.
Pantun Menyindir
6.
Pantun Agama
7.
Pantun Adat
8.
Pantun Budi
9.
Pantun Jenaka
10. Pantun
Kepahlawanan
11. Pantun
Kias
12. Pantun
Nasehat
13. Pantun
Percintaan
14. Pantun
Peribahasa
15. Pantun
Perpisahan
16. Pantun
Teka-teki
Conyoh: #Pantun Nasehat
Rumah masih jauh di sana
Sedang kita di bawah pohon kelapa
Manusia tercipta sempurna
Sedang dia banyak salah dan lupa
7.
Syair merupakan puisi lama yang mementingkan irama
sajak. Syair Melayu biasanya terdiri dari empat baris, berirama aaaa, setiap
barinya mengandung makna. Menurut Harun Mat Paih (1989), syair dalam bahasa
Melayu merupakan beberapa variasi yang bergantung kepada bentuk rimanya yakni:
1.
Dua baris serangkap
dengan rima a,b ( memerlukan beberapa rangkap )
2.
Tiga baris
serangkap dengan rima a,a,b
3.
Empat baris
serangkap dengan rima a,a,a,a
4.
Empat baris
serangkap dengan rima a,b,a,b
5.
Empat baris
serangkap dengan rima a,a,b,b
6.
Empat baris
serangkap dengan rima a,a,a,b , c,c,c,d , d,d,d,d dan seterusnya
7.
Empat baris
seirama ( monorhyme )
8.
Empat baris
berkait
Menurut Harun Mat Paih (1982:242), berdasarkan isi tema, syair Melayu
mempunyai tujuh jenis tema berbentuk cerita (naratif) dan bukan cerita.
Syair yang berupa cerita ( naratif ) :
1.
Syair romantis
2.
Syair sejarah
3.
Syair keagamaan
4.
Syair kiasan
Syair bukan cerita ( bukan
naratif ) :
1.
Syair agama
2.
Syair nasihat
3.
Tema-tema lain
yang berasingan
Contoh :
Dan jangan kau bersedih
Kutau kau lelah
Tepiskan keluh dunia
Sebab kita bersama
Kuarngi beban itu
Tetap lihat depanmu
Tak terasingkan dunia
Dua cinta yang lara
Masih ada disana
Untuk kita berdua
Dalam hati yang bahagia
Tempat kita menua
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rani, Supratman.
2006. Intisari Sastra Indonesia. Bandung: Pustaka Setia.
Djamaris, Edwar. 2001 Pengantar Sastra Rakyat Minangkabau. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Hamidy. U.U. 1994. Bahasa Melayu dan kreativitas sastra di daerah Riau. Malaysia: UNRI Press.
Harun Mat Piah, 1989. Puisi Melayu Tradisional.Suatu
Pembicaraan Genre dan Fungsi. Kuala Lumpur: Dewa Bahasa dan Pustaka.
Fang, L.Y. 1993.
Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik 2. Jakarta: Erlangga.
Jamis, Edwar. 1990. Menggali khazanah sastra Melayu klasik. Balai Pustaka.
Juhara, Erwan. Dkk. Cendekia Berbahasa. Setia Purna.
Koentjaraningrat. 2005. Pengantar Antropolog. Jakarta: Rineka Cipta.
Rahman, Nurhayati dan Sri Sukesi Adiwimarta. 1999. Antologi Sastra Daerah Nusantara: Cerita Rakyat Suara Rakyat. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Setijo, Pandji. Pendidikan Pancasila. Jakarta: Grasindo
Supriatna, Nana. Dkk. 2006. Ilmu Pengetahuan Sosial (Geografi, Sejarah, Sosiologi, Ekonomi). Grafindo Media Pratama.
Tutoli, Nani. 1990. Usaha ke Arah Pengembangan
Penelitian Sastra. Jakarta: Makalah Kongres Bahasa Indonesia V, Pusat Bahasa.
Vlekke, Bernard H. M. 1958. Nusantara Sejarah Indonesia. Jakarta: Kepustakan Populer Gramedia.
LAMPIRAN
0 komentar:
Posting Komentar