Selasa, 24 November 2015

Perjalanan Pencerahan Musik Teknologis |

Perjalanan Pencerahan Musik Teknologis 
Musik adalah sesuatu yang terus berjalan menemukan variasi-variasinya setiap hari. Nyaris tidak ada ukuran pasti kapan musik menjadi sebuah hiburan, kapan pula harus dimaknai sebagai seni, dan apa sebenarnya kaitan antara musik dan nasib kehidupan manusia jika kita memahami musik itu sebagai sebuah pendidikan bahkan kebudayaan.
Keluar dari berbagai dialektika perjalanan sejarah, teknologi sebagai nutrisi peradaban terus muncul dan inovatif dari detik ke zaman, menyambut kebutuhan manusia, baik sifatnya yang mepermudah, mempersulit hingga yang menjadikannya peluru untuk menipu. Sekarang adalah waktu yang tepat untuk mengkaji sejarah sekaligua memprediksi berbagai kemungkinan terbaik dan ternaif di depan mata.
Pemisalan sederhana bagi kemudahan teknologi tersebut,  jika dulu orang merekam permainan gitar mutlak harus di studio, sekarang bisa di mana saja berkat sebuah teknologi mungil bernama USB gitar link. Tinggal dicolok ke laptop, lalu siap rekam.
Teknologi musik berhasil membuat orang stres, memandang komputer seharian untuk coding (melakukan pemrogaman), menciptakan bunyi-bunyi sintesis secara mandiri. Teknologi musik juga telah berhasil menciptakan era sampah yang menjadikan musik tidak memiliki derajat sama sekali. Jerih payahnya di dalam musilk tak perlu diungkit ketika itu semua sudah tersebar di internet. Bisa diunduh dengan geratis.
Kontes musik murahan yang mengabdi pada pertunjukan semu tak ubahnya kedok dari hegemoni ekonomi-politik yang menyurutkan nilai-nilai sejati, mengikis keluhuran akal budi, serta merampas esensi kemanusiaan yang berdampak redupnya pemaknaan akan seni.
Perjalanan industri musik Indonesia misalnya, selama sedikitnya tujuh dekade di tujuh jenis kepemimpinan ini telah menghasilkan kerugian material yang tidak sebanding dengan kualitas hasil karya. Tidak bisa diharapkan untuk mendukung Negara dan Bangsa  ini menjadi citra bersama dari kebersamaan kebudayaannya. Dan negara juga dipertanyakan peran sertanya bagi masa depan musik.
Hal ini sangat jelas ditandai dengan tidak adanya lagi ruang bagi musik untuk anak-anak. Tidak ada proteksi bagi hiburan-hiburan musik yang muncul di televisi. Yang ada hanya tontonan dewasa yang ditonton anak-anak. Sehingga prilaku anak sekarang adalah copy-paste dari para orang tuanya yang setiap hari mengkonsumsi televisi. Apakah negara tidak mampu bermaksud baik kepada masa depan anak-anak? Serius, hal ini merupakan dosa yang terlanjur larut.
Pada abad ke-21 ini, di mana setiap orang berlomba menemukan keasyikannya sendiri melalui teknologi (musik) yang beredar, muncul skeptisme baru terhadap masa depan kemanusiaan. Pendidikan musik formal dalam ukuran tingkat akademis juga belum bersimbiosis terhadap kebutuhan akan musik sebagai pencerah kondisi Bangsa. Yang sering terjadi adalah proyek-proyek yang menguntungkan kelompok atau induvidu dari jaringan tertentu yang kurang memedulikan nasib generasi selanjutnya.
Musik digiring menjadi bagian dari industri kreatif sambi lalu. Jadi apa yang diperjuangkan negara ini mengenai kebudayaan? Apakah pilar-pilar kebudayaan harus selalu disertai permainan ekonomi-politis, atau kita bisa bekerja secara mandiri tanpa harus bergantung apa-apa kecuali niat yang tulus pada komitmen naluri dan nurani masing masing? Musik adalah barang sepele, tetapi sudah banyak yang percaya kekuatannya. Maka dari itu setiap orang senantiasa berinovasi dengan kemampuan teknologis demi meningkatkan kualitas kemanusiaan. Bagi negara yang sadar akan kekuatan besar musik dan turut mendukung misi-misi senimannnya mengumpulkan bibit-bibit potensial sebagai tabungan bagi masa depan. Tidak perlu lagi mendiskusiakan kembali hal-hal sederhana ini. Kita di sini, selalu mengumbar tema-tema besar untuk menyelengarakan seminar ‘nasional’ yang menghabiskan dana besar tanpa hasil yang terasa bagi perjalanan hakiki kemanusiaan. Bukankah ini ironi?, dengan disertai kegigihan

0 komentar:

Posting Komentar