Syamsuddin Al-Sumatrani
Saya tidak banyak tahu tentang riwayat hidup Syamsuddin Al-Sumatrani. Hanya saja dari kitab seperti Bustanus Salatin dan Hikayat Aceh serta catatan orang Eropa yang mengunjungi Aceh pada akhir abad ke-16 dan permulaan abad ke-17 kita ketahui bahwa syamsuddin adalah seorang tokoh yang sangat penting di tanah Aceh. Hikayat Aceh menulis bahwa, semasa Sultan Alauddin Ri’ayat Syah (1589-1604) kakek Iskandar Muda mengadakan (1606-1636), Syamsuddin adalah diantara pembesar Aceh yang hadir. Frederick de Houtman, pembuat daftar kata-kata Melayu-Belanda yang pertama berkata bahwa Ia pernah bertemu dengan seorangg Syaikh, penasihat agung diraja semasa mengunjungi Aceh pada tahun 1599. Sir James Lancaster, utusan Ratu Elizabeth juga pernah berunding dan menandatangani perjanjian dagang dengan seorang “Bishop”, Kadi Malik al-Adil pada tahun 1602.
Menurut C.A.O Van Nieuwenhuijze yang pernah mengakji hasil karya Syamsuddin untuk mencapai gelar Doktor Sastranya di Universitas Leiden (1945), Syaikh dan “Bishop” atau Kadi yang dimaksud ialah Syamsuddin Al-Sumantrani. Seterusnya Van Nieuwenhuijze mengatakan bahwa peranan yang dimainkan Syamsuddin di Aceh adalah sama dengan peranan yang dimainkan dua orang penasihat Raja Monghol Akbar di India, yaitu Faidi dan Abdul Fadi, dengan demikian kita dapat membayangkan bhawa semasa pemerintahan Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam (1606-1636), Syamsuddin adalah seorang ulama yang besar pengaruhnya muridnya juga banyak sekali, akan tetapi ketika Sultan Iskandar Thani (1636-1641) naik tahta dan Nuruddin Ar-Raniri mendapat sokongan dari Sultan, pengaruh Syamsuddin pun susut. Buku-bukunya juga dibakar, karena dianggap mengandung ajaran yang menyesatkan. Pada tahun 1630, Syamsuddin pun berpulang ke rahmatullah, sejurus selepas angkatan Aceh dikalahkan oleh Malaka.
Karena pembakaran yan dilakukan atas perintah Sultan Aceh itu, hasil karya Syamsuddin yang sampai kepada kita sedikit sekali dan kebnayakan merupakan fragmen yang tidak lengkap. Diantaranya ialah Mir’at al-Mu’Min (cermin orang yang beriman), naskah ini berupa tanya jawab tentang kepercayaan Islam dan menurut Werndly mengandung 211 pertanyaan, tetapi naskah Leiden (Cod. Or.1700) hanya mengandung 95 pertanyaan saja di dalamnya dibicarakan sifat dan wujud Allah, syahadat, tauhid, makrifat, iman, dan Islam. Pembicaraan tentang iman yang paling panjang dan meliputi percaya kepada Malaikat, Rasul, dan Anabia, kitab, hari kiamat dan kebnagkitan.
Satu lagi hasil karya yang sampai kepada kita ialah Kitab Mir’at al-Muhaqqiqin. Menurut naskah1332, di Leiden, Cod. Or. Kitab ini disusun atas perintah Marhum Mahkota Alam. Bagian permulaan dan bagian akhir naskah ini sudah hilang. Naskah ini rupa-rupanya adalah himpunan risalah yang ditulis Syamsuddin. Di antara risalah yang disebut judulnya ialah Kitab cd-Haraka, Mir’at al-Qulubu, Nur al-Daqa’ik dan Usul Tahqik. Isinya tentang makrifat Allah, hubungan sifat dan zat, jenis-jenis zikir, martabat, terutama martabat tujuh diberi uraian yang panjang lebar.
Di samping menulis dalam bahasa Melayu, Syamsuddin juga menulis dalam bahasa Arab. C.A.O. Van Nieuwenhuijze telah membaca semua naskah hasil karya Syamsuddin, baik dalam bahasa Arab, mauapun bahasa Melayu untuk gelar Doktor sastranya di Universitas Leiden. Menurut Nieuwenhuijze. Ajaran syamsuddin dapat dirumuskan sebagai berikut.
Menurut C.A.O Van Nieuwenhuijze yang pernah mengakji hasil karya Syamsuddin untuk mencapai gelar Doktor Sastranya di Universitas Leiden (1945), Syaikh dan “Bishop” atau Kadi yang dimaksud ialah Syamsuddin Al-Sumantrani. Seterusnya Van Nieuwenhuijze mengatakan bahwa peranan yang dimainkan Syamsuddin di Aceh adalah sama dengan peranan yang dimainkan dua orang penasihat Raja Monghol Akbar di India, yaitu Faidi dan Abdul Fadi, dengan demikian kita dapat membayangkan bhawa semasa pemerintahan Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam (1606-1636), Syamsuddin adalah seorang ulama yang besar pengaruhnya muridnya juga banyak sekali, akan tetapi ketika Sultan Iskandar Thani (1636-1641) naik tahta dan Nuruddin Ar-Raniri mendapat sokongan dari Sultan, pengaruh Syamsuddin pun susut. Buku-bukunya juga dibakar, karena dianggap mengandung ajaran yang menyesatkan. Pada tahun 1630, Syamsuddin pun berpulang ke rahmatullah, sejurus selepas angkatan Aceh dikalahkan oleh Malaka.
Karena pembakaran yan dilakukan atas perintah Sultan Aceh itu, hasil karya Syamsuddin yang sampai kepada kita sedikit sekali dan kebnayakan merupakan fragmen yang tidak lengkap. Diantaranya ialah Mir’at al-Mu’Min (cermin orang yang beriman), naskah ini berupa tanya jawab tentang kepercayaan Islam dan menurut Werndly mengandung 211 pertanyaan, tetapi naskah Leiden (Cod. Or.1700) hanya mengandung 95 pertanyaan saja di dalamnya dibicarakan sifat dan wujud Allah, syahadat, tauhid, makrifat, iman, dan Islam. Pembicaraan tentang iman yang paling panjang dan meliputi percaya kepada Malaikat, Rasul, dan Anabia, kitab, hari kiamat dan kebnagkitan.
Satu lagi hasil karya yang sampai kepada kita ialah Kitab Mir’at al-Muhaqqiqin. Menurut naskah1332, di Leiden, Cod. Or. Kitab ini disusun atas perintah Marhum Mahkota Alam. Bagian permulaan dan bagian akhir naskah ini sudah hilang. Naskah ini rupa-rupanya adalah himpunan risalah yang ditulis Syamsuddin. Di antara risalah yang disebut judulnya ialah Kitab cd-Haraka, Mir’at al-Qulubu, Nur al-Daqa’ik dan Usul Tahqik. Isinya tentang makrifat Allah, hubungan sifat dan zat, jenis-jenis zikir, martabat, terutama martabat tujuh diberi uraian yang panjang lebar.
Di samping menulis dalam bahasa Melayu, Syamsuddin juga menulis dalam bahasa Arab. C.A.O. Van Nieuwenhuijze telah membaca semua naskah hasil karya Syamsuddin, baik dalam bahasa Arab, mauapun bahasa Melayu untuk gelar Doktor sastranya di Universitas Leiden. Menurut Nieuwenhuijze. Ajaran syamsuddin dapat dirumuskan sebagai berikut.
1) Allah
a. Allah adalah tuhan yang menampakkan dirinya melalui rasulNya dan kitabNya. Ia adalah tuhan yang harus dipuji seluruh umat
b. Zat. Zat adalah wujudkan terikat Allah yang diluar kemampuan manusia untuk memikirkan. Wujud “Allah ta’ala kadim dan baka. Bukan ia baru, bukan ia ard dan bukan ia jism dan tiada dapat dikatakan tetap pada suatu tempat dan tidak dapat dilihat dengan mata dan sesungguhnya ia Esa”
c. Hubungan zat dan sifat. Sifat itu tiada lain daripada zat Allah ta’ala. Sifat itu zat, zat itu sifat yakni sifat dua puluh. Dan di dalam sifat dua puluh itulah terhimpun sekalian martabat idafi
d. Sifat-sifat dua puluh dibagi menjadi tiga
o sifat salabiya atau nafsiya adalah sifat menolak apa yang tidak layak bagi Allah. Ada lima sifat yakni Wujud, Qidam, Baqo’, Mukhalafatu lil hawadisi, Qiyamuhu binafsihi
o -sifat ma’ani adalah sifat yang diwajibkan bagi zat Allah suatu hokum atau sifat yang pasti ada Dzat Allah. Sifat ini terdiri dari tujuh sifat, Qudrat, Iradah, Ilmu, Hayaht, Sama’,Bashar, dan kalam
o -sifat ma’nawiyah adalah sifat mulazimah atau menjadi akibat dari sifat ma’ani. Sifat terdiri dari tujuh sifat yakni kkaunuhu Qadiran, Kaunuhu Muridan, Kaunuhu Aliman, Kaunuhu Hayyan, Kaunuhu Sami’an, Kaunuhu Bashiran,
2) Muhammad. Dalam ajaran martabat tujuh Muhammad tetap diberi tempat. Ahadiya merupakan tempat wujud mula, wahda diisi hakikat al-Nabi, wahidiya merupakn tipe mula dari gejala dunia termasuk hakikat al-insan. Dalam makrifat proses kejadian dunia ini terdiri tiga tingkat yaitu Tuhan, Sabda, dan Dunia
3) Ajaran Wujud : martabat tujuh. Ajaran wujud diterangkan dalam martabat tujuh. Martabat tujuh adalah ahadiya, wahda, wahidiya, alam al-arwah, alam al-amsal, alam al-jasam dan alam al-insan. Ketiga martabat yang pertama ialah ahadiya,wahda,wahidiya itu kadim. Baka artinya kekal. Keempat martabat lain muhdath artinya baru diciptakan.
4) Keesaan Wujud. Kaum wujudiyah missal syamsuddin, member tafsiran lain kepada kalimat syahadat yang berbunyi la ilaha illallah (tiada tuhan melainkan Allah) yaitu tiada wujudku hanya wujud Allah
Beberapa Kitab Karangan Syamsuddin Al-Sumatrani
1) Jawhar al-Haqa’iq
Kitab ini menggunakan bahasa arab, kita Jawhar al-Haqa’iq merupakan karyanya yang paling lengkap yang telah disunting oleh Van Nieuwenhuijze. Kitab ini menyajikan pengajaran tentang martabat tujuh dan jalan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.
2) Risalah Tubayyin Mulahazat al-Muwahhidin wa al-Mulhidin fi Dzikr Allah
Kitab ini menggunakan bahasa arab, karya yang telah disunting oleh Van Nieuwenhuijze ini, kendati relative singkat, cukup penting karena mengandung penjelasan tentang perbedaan pandangan antara kaum yang mulhid dengan yang bukan mulhid.
3) Mir’at al-Mu’minin
Kitab ini menggunakan bahasa melayu, karya ini menjelaskan tentang ajaran keimanan kepada Allah, para rasul-nya, kitab-kitab-Nya, para Malaikat-Nya, hari akhirat-Nya, dan kadar-Nya. Jadi pengajarannya dalam karya ini membicarakan butir-butir akidah, sejalan dengan paham Ahlus Sunnah wal Jama’ah (Asy’ariah-Sanusiah).
4) Syarah Ruba’I Hamzah Fansuri
Kitab ini menggunakan bahasa melayu, karya ini merupakan ulasan 39 bait (156 baris) syair Hamzah Fansuri, isinya antara lain menjelaskan kesatuan wujud (wahdat al-wujud).
5) Syarah Sya’ir Ikan Tongkol
Kitab ini menggunakan bahasa melayu, karya ini merupakan ulasan (syarh) terhadap 48 baris sya’ir Hamzah Fansuri yang mengupas soal Nur Muhammad dan cara untuk mencapai fana di alam Allah.
6) Nur al-Daqa’iq
Kitab ini menggunakan bahasa melayu, karya tulis yang sudah ditranskip oleh AH. Johns ini (1953) mengandung pembicaraan tentang rahasia ilmu makrifah (martabat tujuh).
7) Thariq al-Salikin
Kitab ini menggunakan bahasa melayu, karya ini mengandung penjelasan tentang sejumlah istilah, seperti wujud, adam, haqq, bathil, wajib, mukmin, mumtani.
8) Mir’at al-Iman/Kitab Bahr al-Nur
Kitab ini menggunakan bahasa melayu, karya ini brebicara tentang ma’rifah, martabat tujuh dan tentang ruh.
9) Kitab al-Harakah
Kitab ini menggunakan bahasa arab dan bahasa melayu. Karya ini berbicara tentang ma’rifah atau martabat tujuh.
0 komentar:
Posting Komentar